Untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta, Pemerintah Republik Indonesia menyelenggarakan Program Pengungkapan Sukarela (“PPS”) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.
Pengertian
PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta.
Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui:
Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak; dan
pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Manfaat Mengikuti PPS
Tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk Tahun Pajak 2016-2020, kecuali ditemukan data dan/atau informasi lain mengenai harta yang belum/kurang diungkap dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (“SPPH”). Kewajiban perpajakan tersebut meliputi Pajak Penghasilan orang pribadi, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali atas pajak yang sudah dipotong atau dipungut tetapi tidak disetorkan.
Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
Peserta PPS
Peserta PPS adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dengan kriteria berikut:
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2020;
tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 20I8, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
tidak sedang berada dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; dan/atau
tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.
Kriteria diatas berlaku untuk kewajiban Pajak Penghasilan, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai atas Wajib Pajak Orang Pribadi.
Basis Pengungkapan PPS
Basis pengungkapan PPS adalah nilai Harta bersih. Harta bersih merupakan nilai harta dikurangi nilai utang (pokok utang). Harta bersih dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi pada Tahun Pajak 2020.
Wajib Pajak Orang Pribadi dapat mengungkapkan Harta bersih yang:
diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020; dan
belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Penentuan Nilai Harta dan Nilai Utang
Nilai Harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020 dihitung sebesar:
nilai nominal, untuk Harta berupa kas atau setara kas;atau
harga perolehan, untuk Harta selain kas atau setara kas.
Dalam hal harga perolehan tidak diketahui, Wajib Pajak Orang Pribadi dapat menggunakan nilai wajar yang menggambarkan kondisi dan keadaan pada tanggal 31 Desember 2020 dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak Orang Pribadi.
Nilai utang merupakan pokok utang terkait harta yang diungkapkan, tidak termasuk bunga.
Dalam hal nilai Harta dan nilai Utang menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta dan nilai Utang ditentukan dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs pajak yang berlaku pada akhir Tahun Pajak 2020.
Tarif PPS
Tarif | Harta Bersih | Ketentuan Investasi |
12% | Harta bersih yang berada di dalam wilayah NKRI | Diinvestasikan pada:
|
14% | Harta bersih yang berada di dalam wilayah NKRI | Tidak diinvestasikan pada:
|
12% | Harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI. | Diinvestasikan pada:
|
14% | Harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI. | Tidak diinvestasikan pada:
|
18% | Harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI. | - |
Persyaratan Mengikuti PPS
1. Membayar Pajak Penghasilan yang bersifat final atas pengungkapan harta bersih;
2. Mencabut permohonan:
pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
keberatan;
pembetulan;
banding;
gugatan; dan/atau
peninjauan kembali,
dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
3. Mengunggah surat permohonan pencabutan banding, gugatan,dan/atau PK
Tata Cara Mengikuti PPS
Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih dengan menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta (“SPPH”) dengan bentuk e-form kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui situs DJPonline sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
SPPH harus dilengkapi dengan:
NTPN sebagai bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final;
daftar rincian harta bersih yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun Pajak 2020;
daftar utang;
pernyataan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah NKRI, dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi bermaksud mengalihkan harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI ke dalam wilayah NKRI; dan
dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi bermaksud menginvestasikan harta bersih, Wajib Pajak Orang Pribadi harus memberikan pernyataan akan menginvestasikan harta bersih pada:
kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI; dan/atau
surat berharga negara.
pernyataan mencabut permohonan dan daftar rincian permohonan yang dicabut, dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi sedang mengajukan permohonan tersebut dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan. Atas penyampaian SPPH, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan secara elektronik kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) hari kerja sejak SPPH disampaikan.
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi lain mengenai nilai Harta bersih yang belum atau kurang diungkap, maka Nilai Harta bersih tersebut diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2022 dan peserta PPS akan dikenakan sanksi berikut:
nilai harta bersih tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen); dan
sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya,
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar oleh Direktur Jenderal Pajak.
Tata Cara Pembayaran PPS
Pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final dibayarkan ke kas negara melalui bank persepsi, pos persepsi, atau lembaga lainnya dengan menggunakan surat setoran pajak atau kode billing dengan kode akun pajak 411128 dan kode jenis setoran 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan.
Setelah melakukan pembayaran, peserta PPS akan menerima bukti penerimaan negara sebagai bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final yang telah divalidasi dengan NTPN.
Tata Cara Pembetulan SPPH
Wajib Pajak Orang Pribadi dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terdapat:
kesalahan penulisan atau kesalahan penghitungan Wajib Pajak dalam pengisian SPPH;
penambahan Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH;
pengurangan Harta bersih yang telah diungkapkan dalam SPPH;
perubahan penggunaan tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final atas pengungkapan Harta bersih; dan/atau
keadaan lain yang mengakibatkan ketidakbenaran SPPH sebelumnya.
Penyampaian SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya dapat dilakukan dalam periode 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya memuat:
seluruh Harta bersih setelah perubahan yang terdiri atas Harta bersih yang tidak dilakukan perubahan; Harta bersih yang diubah, selain yang dihapus; dan Harta bersih yang baru diungkapkan, dari yang tercantum dalam SPPH sebelumnya; dan
perbaikan kesalahan penulisan, perbaikan kesalahan penghitungan, dan/atau perubahan penggunaan tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Dalam hal berdasarkan hasil perhitungan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya terdapat:
jumlah Pajak Penghasilan yang bersifat final yang kurang dibayar, Wajib Pajak harus melunasi kekurangan pembayaran tersebut sebelum SPPH tersebut disampaikan; atau
jumlah Pajak Penghasilan yang bersifat final yang lebih dibayar, Wajib Pajak dapat meminta pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atau melakukan pemindahbukuan, atas kelebihan setoran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Atas penyampaian SPPH, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan secara elektronik kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) hari kerja sejak SPPH disampaikan.
Surat Keterangan yang diterbitkan untuk penyampaian SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya menggantikan Surat Keterangan yang diterbitkan sebelumnya.
Tata Cara Pencabutan SPPH
Peserta PPS dapat melakukan pencabutan SPPH dalam periode 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Pencabutan SPPH dapat dilakukan dalam jangka waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan standar waktu Indonesia barat.
Pencabutan SPPH dilakukan Wajib Pajak dengan menyampaikan SPPH yang berisi kolom Harta, Utang, dan Harta bersih dengan nilai 0.
Atas penyampaian SPPH, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan secara elektronik kepada Wajib Pajak paling lama 1 hari kerja sejak SPPH disampaikan.
Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagai akibat dicabutnya SPPH, Wajib Pajak dapat meminta pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atau melakukan pemindahbukuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Terhadap Wajib Pajak yang mencabut SPPH berlaku ketentuan sebagai berikut:
Surat Keterangan yang telah diterbitkan atas SPPH yang disampaikan sebelum penyampaian pencabutan SPPH, batal demi hukum;
Surat Keterangan berlaku sebagai tanda bukti pencabutan SPPH;
Wajib Pajak dianggap tidak melakukan pengungkapan Harta bersih;
kepada Wajib Pajak tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan/atau Pasal 22 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021; dan
Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan kembali SPPH.
Dalam hal terdapat putusan banding, gugatan, dan/atau peninjauan kembali atas Wajib Pajak yang mencabut SPPH, putusan tersebut menjadi dasar Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan tindak lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Contoh Ilustrasi Program Pengungkapan Sukarela Untuk Orang Pribadi
Tuan David merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah melaporkan SPT Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun 2020. Namun, ia menyadari terdapat harta miliknya berupa rumah KPR di BSD yang belum dilaporkan senilai Rp5 Miliar dengan pokok utang Rp3 Miliar yang masih belum dibayar. Harta tersebut telah ia peroleh pada Tahun 2016. Tuan David berniat untuk mengikuti PPS. Apa yang harus dia lakukan?
Tuan David dapat mengikuti PPS paling lambat pada akhir Juni 2020. Untuk mengikuti PPS, Tuan David harus menghitung harta bersih yang belum diungkap yakni nilai harta dikurangi dengan nilai utang yakni sebesar Rp2 Miliar.
Setelah itu, Tuan David harus melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Final dengan tarif 14% karena tidak diinvestasikan ke sektor energi baru terbarukan dan/atau Surat Berharga Negara dengan perhitungan sebagai berikut :
14% x Rp2 Miliar = Rp280.000.000
Pembayaran tersebut dilakukan ke kas negara melalui bank persepsi dengan menggunakan surat setoran pajak atau kode billing dengan kode akun pajak 411128 dan kode jenis setoran 428. Setelah itu, Tuan David akan menerima NTPN.
Setelah melakukan pembayaran, Tuan David harus menyampaikan SPPH secara elektronik melalui website DJP. Kemudian, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan secara elektronik kepada Tuan David paling lama 1 (satu) hari kerja sejak SPPH disampaikan.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela
Hubungi Kami
Marketing Communications at MIB
📧 marketing.communications@mib.group
📞 +6281911880099
MIB adalah grup profesional bersertifikat dan terdaftar di Indonesia, di mana setiap anggota memiliki keahlian yang unik. Setiap anggota bersifat independen, mematuhi standar kami, dan bertanggung jawab atas pekerjaan dan layanan yang diberikan kepada klien.
Comments