Jenis pekerjaan kini semakin bervariasi karena terus bergeser dari pekerjaan penuh waktu tradisional seperti yang kita kenal di masa lalu. Akibatnya, banyak jenis sumber pendapatan yang dapat ditemukan di Indonesia. Salah satu pekerjaan yang paling sering ditemui di Indonesia adalah freelancer, atau sering juga disebut sebagai pekerja lepas dan dikenal juga dengan istilah self-employed. Freelancer adalah seseorang yang pekerjaannya tidak terikat pada satu perusahaan. Berdasarkan data yang diperoleh oleh Statista, pada tahun 2021 sebanyak 27,23 juta penduduk Indonesia merupakan freelancer. Angka ini cukup menarik perhatian mengingat bahwa jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbanyak ke-4 di dunia, dengan jumlah sebanyak sekitar 275 juta penduduk.
Merespon banyaknya jumlah pekerja freelance di Indonesia, pemerintah tentunya berusaha untuk memungut pajak dari penghasilan yang telah diterima oleh para freelancer. Namun, hal ini dapat dikatakan sulit diimplementasikan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (“DJP”), pada tahun 2021 sendiri tingkat kepatuhan pajak dari Wajib Pajak (“WP”) dari Orang Pribadi (“OP”) Non-karyawan hanya berasal dari 1,85 juta WP, padahal total jumlah WP ini adalah 4,07 juta penduduk.
Besar rasio kepatuhan pajak dari WP OP non-karyawan ini sendiri hanya sebesar 45,53%. Salah satu bentuk tantangan yang dihadapi oleh DJP dalam mengimplementasikan dan mendorong tingkat kepatuhan WP OP non-karyawan adalah dari format Surat Pemberitahuan (“SPT”) Tahunan yang digunakan oleh non-karyawan. Tantangan ini dalam bentuk penyederhanaan format, terutama mengingat bahwa para WP akan melakukan sendiri penghitungan pajaknya.
Dalam konteks peraturan perpajakan di Indonesia, mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, freelance digolongkan sebagai pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas merupakan pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
Oleh karena itu, WP wajib mengetahui jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan sebagai pekerja lepas atau freelance. Inilah jenis pajak yang WP sebagai pekerja lepas perlu ketahui agar tidak salah dalam menghitung pajak mereka. WP yang bekerja freelance dapat dikenakan PPh Pasal 21/26 atas jasa freelance yang mereka lakukan.
Simak penjelasan pengenaan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 untuk pekerja lepas atau freelance.
Pajak Penghasilan (“PPh”) Pasal 21
WP yang merupakan Warga Negara Indonesia (“WNI”) atau WP dalam negeri (“WPDN”), maka WP tersebut merupakan subjek dari pengenaan PPh Pasal 21. Sedangkan untuk objek dari pajak ini sendiri adalah penghasilan yang telah diterima oleh WP.
Berikut adalah daftar ketentuan pengenaan dari PPh Pasal 21 atas Freelance:
Subjek Pajak | WPDN Orang Pribadi yang hanya menerima penghasilan apabila WPDN Orang Pribadi yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. |
Objek Pajak | Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh WPDN OP, berupa upah harian atau upah yang dibayarkan secara bulanan. |
Dasar Pengenaan Pajak | Dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas Freelance adalah:
a. sampai dengan Rp2.500.000,00 b. lebih dari Rp2.500.000,00
|
Pengecualian | Bagi Tenaga Kerja Lepas yang penghasilan seharinya belum melebihi Rp450.000,00, maka tidak dilakukan pemotongan PPh 21. |
Tarif Pajak | Besar Tarif PPh Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap yang menerima atau memperoleh pengasilan harian atau tidak secara bulanan adalah mengacu pada Tarif Efektif Harian sebagai berikut:
|
Pajak Penghasilan (“PPh”) Pasal 26
WP yang merupakan Warga Negara Asing (“WNA”) atau WP luar negeri, maka WP tersebut merupakan subjek dari pengenaan PPh Pasal 26. Sedangkan untuk objek dari pajak ini sendiri adalah penghasilan yang telah diterima dan/atau diperoleh WPLN.
WPLN yang dimaksud di sini merupakan warga negara asing yang berada di Indonesia, tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Berikut adalah daftar ketentuan pengenaan dari PPh Pasal 26 untuk Freelance:
Subjek Pajak | Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan dari wilayah Indonesia selain Bentuk Usaha Tetap (“BUT”). |
Objek Pajak | Penghasilan milik Wajib Pajak Luar Negeri berupa Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan dan kegiatan. |
Dasar Pengenaan Pajak | Dasar pengenaan PPh Pasal 26 atas Freelance adalah penghasilan bruto. |
Tarif Pajak | Besar tarif PPh Pasal 26 yang dikenakan kepada WNA Orang Pribadi adalah 20% atau berdasarkan tarif Tax Treaty (P3B) dari penghasilan bruto yang diterima. |
Ilustrasi Perhitungan
Ilustrasi Pertama:
Dalam hal penghasilan bruto harian belum melebihi Rp450.000,00
Ratna merupakan seorang copywriter yang bekerja secara freelance pada PT MNZ suatu perusahaan multimedia dengan kontrak dalam satu minggunya Ratna bekerja selama 4 jam dengan upah sebesar Rp100.000/jamnya. Berdasarkan angka tersebut, penghasilan yang diterima Ratna dalam satu harinya tidak melebihi Rp450.000. Maka penghasilan Ratna sebagai freelance tersebut tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.
Ilustrasi Kedua:
Dalam hal penghasilan bruto harian telah melebihi Rp450.000, namun belum melebihi Rp2.500.000,00
Clara merupakan seorang editor yang bekerja secara freelance dengan upah yang dibayarkan secara harian sebesar Rp500.000 per hari. Dalam satu bulan Clara bekerja selama 5 hari, sehingga dalam 1 bulan kalender telah menerima penghasilan sebesar Rp2.500.000.
Berdasarkan jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp500.000,00 yang diterima oleh Clara, besarnya PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang terima oleh Clara dalam sehari dihitung menggunakan Tarif Efektif Harian sebesar 0,5%.
Maka pajak penghasilan Clara yang harus dipotong memiliki rincian sebagai berikut:
PPh 21 Terutang = Tarif Efektif Harian x Penghasilan Bruto Harian
PPh 21 Terutang = 0,5% x Rp500.000,00
PPh 21 Terutang = Rp2.500,00
Ilustrasi Ketiga:
Dalam hal Pegawai Tidak Tetap menerima atau memperoleh upah borongan dengan jumlah penghasilan bruto sampai dengan Rp2.500.000,00 sehari.
Shayla merupakan seorang desain grafis yang bekerja secara freelance pada PT. O. Pada bulan Juli 2024, Shayla membuat desain grafis selama 10 (sepuluh) hari kerja. Atas penyelesaian desain tersebut, Shayla menerima atau memperoleh penghasilan sebesar Rp4.500.000,00.
Berdasarkan penyelesaian pekerjaan Shayla tersebut:
Rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari yang diterima atau diperoleh Shayla atas pekerjaan desain grafis adalah sebesar Rp4.500.000,00: 10 = Rp450.000,00
Berdasarkan rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp450.000,00, besarnya PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Shayla dalam sehari dihitung berdasarkan Tarif Efektif Harian dengan tarif sebesar 0%.
Maka pajak penghasilan Shayla yang dipotong adalah sebagai berikut:
PPh 21 Terutang = Tarif Efektif Harian x Penghasilan Bruto Harian
PPh 21 Terutang = 0% x Rp450.000,00
PPh 21 Terutang = Rp0,00
Ilustrasi Keempat:
Dalam hal Pegawai Tidak Tetap menerima atau memperoleh upah borongan dengan jumlah penghasilan bruto lebih dari Rp2.500.000,00 sehari
Meriam bekerja pada PT. MN untuk melakukan pekerjaan pengecekan material selama 5 (lima) hari. Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, Meriam menerima atau memperoleh penghasilan sebesar Rp15.000.000,00.
Berdasarkan jumlah penghasilan bruto yang diterima Meriam dari pekerjaan tersebut:
Rata-rata penghasilan bruto sehari yang diterima atau diperoleh Meriam adalah sebesar Rp15.000.000,00 : 5 = Rp3.000.000,00.
Berdasarkan rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp3.000.000,00, besarnya PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan Meriam dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50% dari rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari.
Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Meriam adalah sebagai berikut:
PPh 21 Terutang = Tarif Pasal 17 UU PPh x 50% x Penghasilan Bruto Harian
PPh 21 Terutang = 5% x 50% x Rp3.000.000,00
PPh 21 Terutang = Rp75.000,00
Ilustrasi Kelima:
Dalam hal Pegawai Tidak Tetap menerima atau memperoleh upah satuan dengan jumlah penghasilan bruto lebih dari Rp2.500.000,00 sehari
Selvi bekerja pada PT. YZ sebagai seorang web designer freelance dengan menerima penghasilan harian berdasarkan jumlah desain website yang dibuat dengan besaran penghasilan yang dibayarkan adalah sebesar Rp400.000,00 per desain. Selvi menyelesaikan desain website untuk PT. YZ sebanyak 10 desain dalam sehari dan menerima atau memperoleh penghasilan sebesar Rp4.000.000,00.
Berdasarkan jumlah penghasilan bruto harian sebesar Rp4.000.000,00 yang diterima atau diperoleh Selvi, besarnya PPh Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan Tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto sehari.
Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Selvi adalah sebagai berikut:
PPh 21 Terutang = Tarif Pasal 17 UU PPh x 50% x Penghasilan Bruto Harian
PPh 21 Terutang = 5% x 50% x Rp4.000.000,00
PPh 21 Terutang = Rp100.000,00
Ilustrasi Keenam:
Dalam hal Pegawai Tidak Tetap menerima atau memperoleh penghasilan yang diterima atau diperoleh secara bulanan
Shakira (TK/0) bekerja sebagai pemetik buah pada perkebunan milik PT ABC dengan menerima atau memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara bulanan berdasarkan hasil panen yang diperolehnya. Selama tahun 2024, berikut merupakan daftar penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Shakira.
Bulan | Jumlah Penghasilan (Rp) |
Januari | 4.000.000 |
Februari | 7.000.000 |
Maret | 1.000.000 |
April | 7.000.000 |
Mei | 8.000.000 |
Juni | 6.000.000 |
Juli | 7.000.000 |
Agustus | 8.000.000 |
September | 6.000.000 |
Oktober | 9.000.000 |
November | 2.000.000 |
Desember | 8.000.000 |
Jumlah | 73.000.000 |
Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Shakira yaitu (TK/0) maka besarnya PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Shakira dihitung berdasarkan Tarif Efektif Bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023.
Perhitungan PPh Pasal 21 Terutang Shakira selama tahun 2024 adalah sebagai berikut:
Bulan | Jumlah Penghasilan (Rp) | Tarif Efektif Bulanan Kategori A | PPh Pasal 21 (Rp) |
Januari | 4.000.000 | 0% | 0,00 |
Februari | 7.000.000 | 1,25% | 87.500 |
Maret | 1.000.000 | 0% | 0,00 |
April | 7.000.000 | 1,25% | 87.500 |
Mei | 8.000.000 | 1,5% | 120.000 |
Juni | 6.000.000 | 0,75% | 45.000 |
Juli | 7.000.000 | 1,25% | 87.500 |
Agustus | 8.000.000 | 1,5% | 120.000 |
September | 6.000.000 | 0,75% | 45.000 |
Oktober | 9.000.000 | 1,75% | 157.500 |
November | 2.000.000 | 0% | 0,00 |
Desember | 8.000.000 | 1,5% | 120.000 |
Jumlah | 73.000.000 | 870.000 |
PPh Pasal 26
Seorang freelancer yang merupakan seorang WNA menerima penghasilan dalam bentuk upah dari hasil pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan di Indonesia. Freelancer ini menerima penghasilan bruto sebesar Rp200.000.000 dalam setahun atas jasanya menjadi editor video.
Maka pajak penghasilan yang harus dipotong bagi freelancer ini memiliki rincian sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak = Rp200.000.000
Maka pajak penghasilan yang harus dipotong bagi freelancer ini memiliki rincian sebagai berikut:
PPh 26 Terutang = 20% x Penghasilan Kena Pajak
= 20% x Rp200.000.000
= Rp40.000.000
Dasar Hukum
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi
Hubungi Kami
Marketing Communications at MIB
📞 +62 819 1188 0099
MIB adalah grup profesional bersertifikat dan terdaftar di Indonesia, di mana setiap anggota memiliki keahlian yang unik. Setiap anggota bersifat independen, mematuhi standar kami, dan bertanggung jawab atas pekerjaan dan layanan yang diberikan kepada klien.
Comments