Untuk memberikan kepastian hukum mengenai pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pelaksanaan perjanjian bangun guna serah.
Subjek Pajak
PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagai pemegang hak atas tanah dari Investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah.
Bangun Guna Serah adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan Bangunan selama masa perjanjian dan mengalihkan kepemilikan Bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah investor mengoperasikan Bangunan tersebut atau sebelum investor mengoperasikannya.
Investor adalah orang pribadi atau badan yang diberikan hak untuk mendirikan suatu Bangunan dan menggunakan atau mengusahakan Bangunan berdasarkan perjanjian Bangun Guna Serah selama masa perjanjian Bangun Guna Serah.
Pemotong Pajak
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dipotong oleh penyewa. Penyewa adalah orang pribadi atau badan yang menyewa tanah dan/atau bangunan dari pemilik atau pihak yang menyewakan tanah dan/atau bangunan. Pemotong pajak meliputi badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.
Objek Pajak
PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah dari Investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah, meliputi:
penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian Bangun Guna Serah;
penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian Bangun Guna Serah berakhir;
penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan atau seharusnya diserahkan pada saat perjanjian Bangun Guna Serah berakhir; dan/atau
Penghasilan lain terkait perjanjian Bangun Guna Serah, termasuk pembayaran terkait bagi hasil penggunaan Bangunan dan denda perjanjian Bangun Guna Serah.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dalam bentuk Bangunan yang merupakan nilai Bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah dari Investor. Nilai Bangunan ditentukan berdasarkan nilai yang tertinggi antara nilai pasar dan nilai jual objek pajak Bangunan.
Yang dimaksud dengan nilai pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau kewajiban pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan (tidak memiliki hubungan istimewa), yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian, dan tanpa paksaan. Sementara yang dimaksud dengan nilai jual objek pajak Bangunan adalah nilai jual objek pajak yang menjadi dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Tarif Pajak
Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, tanah dan/atau bangunan baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.
Saat Terutang
PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan pajak terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi.
Tata Cara Pemotongan
PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang dipotong oleh Penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak Penghasilan. Pemotong pajak meliputi badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.
Dalam hal Penyewa bukan sebagai pemotong pajak, Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan. Wajib Pajak yang melakukan pemotongan dan membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang wajib menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan tersebut
Tata Cara Pembayaran
Pemotong pajak penghasilan wajib menyetor Pajak Penghasilan ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pemotongan pajak.
Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Kode akun pajak PPh Final Pasal 4 ayat (2) adalah 411128 dan kode jenis setoran untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah 403.
Apabila tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Tata Cara Pelaporan
Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) wajib melaporkan PPh yang telah dipotong dalam Surat Pemberitahuan (“SPT”) Masa PPh Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional, pelaporan pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Bagi orang pribadi yang menerima penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), diwajibkan untuk melaporkan penghasilan tersebut dan PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi paling lama 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.
Wajib Pajak badan yang menerima penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan telah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), diwajibkan untuk melaporkan penghasilannya serta PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong pada Lampiran IV SPT Tahunan PPh Badan paling lama 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.
Dalam pembukuan Wajib Pajak yang menyewakan, wajib dipisahkan antara penghasilan dan biaya yang berhubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan dengan penghasilan dan biaya lainnya. Bagi Wajib Pajak yang semata-mata bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan atau bangunan tidak diwajibkan membayar Pajak Penghasilan Pasal 25.
Ilustrasi Perhitungan
Contoh Perhitungan
PT XYZ yang merupakan pemilik tanah di kawasan Sudirman melakukan perjanjian Bangun Guna Serah dengan PT ABC untuk membangun gedung perkantoran. Setelah proses pembangunan selesai, PT ABC mempunyai hak untuk menggunakan Bangunan tersebut selama 20 tahun. Setiap bulan sepanjang 20 tahun tersebut PT ABC akan membayarkan Rp100.000.000,00 kepada PT XYZ dan di akhir masa Bangun Guna Serah PT ABC menyerahkan Bangunan perkantoran tersebut kepada PT XYZ.
Dengan demikian, penghasilan PT XYZ harus dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau Bangunan oleh PT ABC yaitu penghasilan yang diterima rutin setiap bulan sebesar Rp100.000.000,00 dan penghasilan berupa jumlah bruto nilai Bangunan yang diterima pada saat Bangun Guna Serah berakhir.
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang setiap bulannya atas penghasilan rutin PT XYZ yang dipotong oleh PT ABC adalah:
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = 10% x jumlah bruto nilai persewaan
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = 10% x Rp100.000.000
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = Rp10.000.000
Kemudian, besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) terutang pada akhir masa Bangun Guna Serah yang harus dipotong oleh PT ABC atas penghasilan yang diterima PT XYZ sebagai pemegang hak atas tanah berupa Bangunan adalah sebagai berikut.
Diketahui nilai pasar Bangunan yang diserahkan pada saat itu adalah Rp1.500.000.000 dan nilai jual objek pajak Bangunan adalah sebesar Rp1.000.000.000. Nilai Bangunan ditentukan berdasarkan nilai yang tertinggi antara nilai pasar dan nilai jual objek pajak Bangunan. Dengan demikian, dasar pengenaan Pasal 4 ayat (2) dihitung menggunakan nilai pasar Bangunan.
Maka, PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang dikenakan atas jumlah bruto penghasilan PT XYZ berupa Bangunan yang dihitung menggunakan nilai pasar.
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = 10% x nilai Bangunan
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = 10% x Rp1.500.000.000
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang = Rp150.000.000
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002 tentang Perubahan atas KMK Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002 tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan
Hubungi Kami
Marketing Communications at MIB
📞 +62 819 1188 0099
MIB adalah grup profesional bersertifikat dan terdaftar di Indonesia, di mana setiap anggota memiliki keahlian yang unik. Setiap anggota bersifat independen, mematuhi standar kami, dan bertanggung jawab atas pekerjaan dan layanan yang diberikan kepada klien.
Comments