Industri alat berat merupakan salah satu industri yang tergabung dalam sektor Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (“P3DN”). Tahun 2021 sendiri merupakan tahun yang baik untuk industri Alat Berat dikarenakan angka produksi yang meningkat sangat tinggi. Berdasarkan data dari Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia atau PAABI, penjualan Alat Berat secara umum pada periode Januari hingga Agustus 2021 adalah sebanyak 8.821 unit atau meningkat 99% dibandingkan dengan periode Januari hingga Agustus Tahun 2020.
Industri alat berat dikategorikan berdasarkan empat sektor penggunanya, yaitu sektor Agro Industri, Kehutanan, Konstruksi, serta Pertambangan. Peningkatan penjualan terbesar pada Januari-Agustus 2021 terjadi pada alat berat di sektor pertambangan yang mencapai 206% menjadi 3062 unit, dari 1.001 unit di periode yang sama tahun 2020. Kemudian, penggunaan Alat Berat di sektor kehutanan meningkat 84% menjadi 1.487 unit, sektor konstruksi naik 64% menjadi 3.449 unit, dan sektor agro sebesar 54,7% menjadi 823 unit.
Dalam hal ini peningkatan jumlah penggunaan Alat Berat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Dalam sektor Agro Industri, pertumbuhan alat berat semakin meningkat dipengaruhi oleh harga Minyak Nabati (CPO) yang tinggi. Dalam hal ini akan menguntungkan Indonesia sebagai negara eksportir.
Dalam sektor Pertambangan, penggunaan alat berat juga akan meningkat karena mengikuti harga komoditas yang masih tinggi.
Dalam sektor Kehutanan serta Konstruksi, proyek dan kegiatan komersial pada Tahun 2021 telah membaik dan menunjukan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini penggunaan alat berat akan semakin diandalkan untuk mendukung kegiatan usaha komersial.
Pengaturan Pajak Alat Berat di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (“HKPD”). Penetapan pajak alat berat pada UU HKPD merupakan tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi (“MK”) Nomor 15/PUU-XV/2017.
Sebelum Putusan MK Nomor 15 Tahun 2017, alat berat termasuk dalam kategori kendaraan bermotor berdasarkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“PDRD”) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”). Pasal 1 UU PDRD mendefinisikan “Kendaraan Bermotor” sebagai semua kendaraan beroda yang digunakan di semua jenis jalan darat termasuk alat-alat berat. Kemudian, alat berat juga dikategorikan sebagai Kendaraan Bermotor dengan spesifikasi “Kendaraan Khusus” yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu. Dalam Penjelasan Umum Pasal 80 huruf (c) UU LLAJ, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Kendaraan alat berat” antara lain traktor, storm waltz, forklift, loader, excavator, bulldozer, dan crane.
Namun, kemudian melalui Putusan MK 3/PUU-XIII/2015, ketentuan dalam UU LLAJ dihapuskan dan menyebabkan Alat Berat tidak lagi diklasifikasikan sebagai kendaraan bermotor. Di sisi lain, ketentuan dalam UU PDRD yang menyatakan Alat Berat adalah kendaraan bermotor tidak dihapuskan. Hal ini menyebabkan terciptanya dualisme hukum dan alat berat dikategorikan sebagai salah satu objek pajak yang terkena pajak berganda.
Alat berat terkena pajak berganda karena merupakan objek dari Pajak Kendaraan Bermotor (“PKB”) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (“BBNKB”). Adanya pemungutan pajak berganda disebabkan oleh kurang cermatnya pemerintah dalam merumuskan suatu peraturan perundang-undangan. Dibutuhkan metode dan model yang tepat dalam menghindari pemungutan pajak berganda tersebut. Pemungutan pajak berganda sering mendapat sorotan yang negatif oleh masyarakat. Pada dasarnya pemungutan pajak dilakukan untuk memenuhi kepentingan negara. Pemungutan pajak tidak seharusnya membebani masyarakat walaupun pajak memiliki sifat yang memaksa. Pada prinsipnya, tidak boleh melakukan pemungutan pajak yang dilakukan dua kali atau yang disebut pajak berganda atas satu objek yang sama. Sebab, hal ini akan memberatkan setiap subjek pajak yang terkena pajak.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2017, menyatakan bahwa Pasal 1 angka 13 sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen”, Pasal 5 ayat (2) sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar”, Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) UU PDRD bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga memerintahkan untuk melakukan perubahan terhadap UU PDRD khususnya yang berkaitan dengan pemungutan pajak terhadap objek alat berat dalam jangka waktu tiga tahun. Dengan dihapusnya alat berat sebagai bagian dari kendaraan bermotor bukan berarti alat berat tidak dapat dikenakan pajak. Selama peraturan baru belum dibentuk dan diundangkan, alat berat akan tetap dikenakan dan dilakukan pemungutan pajak berdasarkan ketentuan peraturan yang lama. Akan tetapi, apabila dalam jangka waktu yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perubahan telah melewati batas dan pemerintah belum juga membentuk dan mengundangkan peraturan yang baru maka terhadap alat berat tidak boleh lagi digunakan dan dilakukan pemungutan pajak berdasarkan peraturan tersebut.
Pada praktiknya, UU HKPD baru diundangkan pada Tahun 2022, hal ini membuat adanya kekosongan hukum bagi pajak alat berat selama rentang tahun 2020 hingga 2021. Merujuk Pasal 1 angka 31 UU HKPD, pajak alat berat (PAB) merupakan pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat. UU HKPD mendefinisikan alat berat sebagai:
“Alat yang diciptakan untuk membantu pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia, beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak melekat secara permanen serta beroperasi pada area tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.”
UU HKPD memperkenalkan PAB sebagai jenis pajak baru yang menjadi kewenangan provinsi. Pajak ini menyasar kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat.
Objek PAB dan Pengecualian PAB
Objek PAB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat
Yang dikecualikan dari objek PAB adalah: Alat berat yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan TNI/Kepolisian RI; Alat berat yang dimiliki/dikuasai oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan lembaga internasional; kepemilikan/penguasaan Alat Berat lainnya yang diatur dalam Perda
Subjek PAB dan Wajib PAB
Subjek PAB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai AIat Berat.
Wajib PAB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Alat Berat.
Perhitungan dan Tarif PAB
Aspek | Keterangan |
Dasar Pengenaan Pajak | Nilai Jual Alat Berat |
Nilai Jual | Nilai jual adalah berdasarkan harga rata-rata pasaran umum Alat Berat yang bersangkutan. Harga rata-rata pasaran umum yang dimaksud adalah ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak sebelumnya. |
Penetapan Dasar Pengenaan PAB | Penetapan dasar pengenaan PAB akan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri |
Tarif PAB | Tarif PAB ditetapkan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen) yang akan ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan dipungut di wilayah Daerah tempat penguasaan Alat Berat |
Restitusi Pajak | Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan penggunaan Alat Berat belum sampai 12 (dua belas) bulan, maka Wajib Pajak dapat mengajukan restitusi atas PAB yang sudah dibayar untuk porsi jangka waktu yang belum diketahui. (Ketentuan lebih lanjut mengenai restitusi akan diatur melalui Peraturan Gubernur) |
Pengenaan pajak atas Alat Berat sempat mengalami kekosongan dari segi hukum selama hampir 2 tahun. Hal ini terjadi pada tahun 2020 hingga akhir tahun 2021. Saat ini, kekosongan hukum telah diisi dengan peraturan mengenai PAB yang diatur dalam UU HKPD.
Pengenaan PAB dapat segera diimplementasikan apabila peraturan dasar PAB sudah dirumuskan lebih lanjut oleh Permendagri, dibantu dengan Peraturan Gubernur. Selain itu, peraturan mengenai restitusi PAB juga harus segera dirumuskan dan disahkan, karena dari peraturan inilah, peraturan daerah (“Perda”) akan mengatur hukum yang lebih lanjut untuk PAB di daerah masing-masing.
Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XV/2017
Referensi Artikel
Ni Nyoman, Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU/XV/2017 terhadap Alat Berat sebagai Obyek Pajak Berganda, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2019, hlm. 6-14.
Referensi Berita
Nora Galuh, “Apa itu Pajak Alat Berat?”, https://news.ddtc.co.id/apa-itu-pajak-alat-berat-38170, diakses pada 3 Juni 2022.
Muhammad Wildan, “Kemendagri Siapkan Aturan Pajak Alat Berat, Begini Gambarannya”, https://news.ddtc.co.id/kemendagri-siapkan-aturan-pajak-alat-berat-begini-gambarannya-39557, diakses pada 3 Juni 2022.
Arfyana Citra Rahayu, “Prospek Cerah, Industri Alat Berat Optimistis Terjadi Peningkatan Permintaan di 2022”,https://industri.kontan.co.id/news/prospek-cerah-industri-alat-berat-optimistis-terjadi-peningkatan-permintaan-di-2022 , diaksed pada 9 Juni 2022, 12.22 WIB.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, “Penjualan Meningkat, Kemenperin Fokus Tingkatkan Produksi Alat Berat”, https://kemenperin.go.id/artikel/22864/Penjualan-Meningkat,-Kemenperin-Fokus-Tingkatkan-Produksi-Alat-Berat, diakses pada 9 Juni 2022, 12:46 WIB
Hubungi Kami
Marketing Communications at MIB
📧 marketing.communications@mib.group
📞 +6281911880099
MIB adalah grup profesional bersertifikat dan terdaftar di Indonesia, di mana setiap anggota memiliki keahlian yang unik. Setiap anggota bersifat independen, mematuhi standar kami, dan bertanggung jawab atas pekerjaan dan layanan yang diberikan kepada klien.
Comments