Pemerintah mengenakan pajak penghasilan (“PPh”) final UMKM kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk jangka waktu tertentu. Pemberlakuan aturan ini dimaksudkan untuk mendorong masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi dengan memberikan kemudahan dan keadilan kepada pelaku UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Subjek Pajak
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final UMKM adalah:
Wajib Pajak orang pribadi;
Wajib Pajak badan berbentuk
Persekutuan Komanditer (CV) dan firma berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, beserta peraturan pelaksanaannya; dan
Koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, beserta peraturan pelaksanaannya,
yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan.
Peredaran bruto diatas ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi merupakan suami-istri maka peredaran bruto ditentukan berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan isteri.
Berikut ini merupakan kriteria Wajib Pajak yang tidak dikenakan PPh Final UMKM:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang mendapatkan penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas berikut ini:
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris;
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
olahragawan;
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
pengarang, peneliti, dan penerjemah;
agen iklan;
pengawas atau pengelola proyek;
perantara;
petugas penjaja barang dagangan;
agen asuransi;
distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.
b. Wajib Pajak yang telah memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak ini harus melakukan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan atau Kantor Pelayanan Pajak Mikro, atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat pada akhir Tahun Pajak dan Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya.
Wajib Pajak yang memilih menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya tidak dapat dikenai PPh Final UMKM.
c. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Dalam hal salah satu pemilik CV atau firma memiliki keahlian khusus sehubungan dengan pekerjaan bebas, sedangkan pemilik yang lain tidak memiliki keahlian khusus, maka CV atau firma tersebut tidak dikenakan PPh Final UMKM sepanjang menyerahkan jasa sehubungan dengan keahlian khusus dan/atau pekerjaan bebas pemiliknya.
d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.
e. Wajib Pajak badan yang memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:
Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya.
Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 Miliar.
Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebagai berikut:
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Dasar Pengenaan Pajak
Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha setiap bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis.
Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.
Dalam hal terdapat nota retur atau nota pembatalan karena pengembalian barang atau pembatalan seluruh/sebagian hak/fasilitas/kemudahan oleh pihak penerima barang dan/atau jasa, maka nilai pengembalian barang atau pembatalan jasa dimaksud dapat menjadi pengurang penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh Final UMKM pada saat terjadi pengembalian barang atau jasa. Pengembalian barang/jasa dianggap tidak terjadi jika terdapat penggantian barang/jasa yang sama baik jumlah fisik, jenis, maupun harganya.
Tarif Pajak
Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu dikenai PPh Final UMKM dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto setiap bulan.
Jangka Waktu Penggunaan PPh Final UMKM
Jangka waktu pengenaan PPh Final UMKM adalah:
7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan
3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Jangka waktu diatas terhitung sejak:
Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau
Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Dalam hal Wajib Pajak memiliki peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada tahun pajak berjalan, atas penghasilan dari usaha tetap dikenai tarif PPh Final UMKM sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan. Untuk Tahun Pajak berikutnya, Wajib Pajak tersebut dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Tata Cara Permohonan Surat Keterangan
Dalam hal Wajib Pajak yang dikenai PPh Final UMKM bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak, Wajib Pajak harus memberikan surat keterangan kepada Pemotong atau Pemungut Pajak agar dipotong dengan tarif 0,5%.
Untuk mendapatkan surat keterangan, Wajib Pajak mengajukan permohonan Surat Keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui:
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pusat terdaftar;
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan atau Kantor Pelayanan Pajak Mikro yang berada di dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib Pajak pusat terdaftar; atau
saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain melalui laman www.pajak.go.id.
Wajib Pajak dapat diberikan Surat Keterangan sepanjang telah memenuhi hal-hal sebagai berikut:
permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021;
telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun Pajak terakhir yang telah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kecuali untuk:
Wajib Pajak yang baru terdaftar; atau
Wajib Pajak yang tidak memiliki kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir.; dan
memenuhi kriteria Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PMK 99 Tahun 2018,
Dalam jangka waktu 3 hari kerja sejak permohonan diterima, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan:
Surat Keterangan; atau
surat penolakan permohonan Surat Keterangan,
Dalam hal jangka waktu telah terlewati, permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah jangka waktu terlewati.
Dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan surat penolakan, Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan sepanjang memenuhi persyaratan.
Tata Cara Pemotongan/Pemungutan PPh Final UMKM
Pemotong atau Pemungut Pajak merupakan pembeli atau pengguna jasa yang melakukan pemotongan atau pemungutan PPh Final UMKM dengan tarif sebesar 0,5% terhadap Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
dilakukan untuk setiap transaksi penjualan atau penyerahan jasa yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan; dan
Wajib Pajak bersangkutan harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dimaksud kepada Pemotong atau Pemungut Pajak.
Pemotong atau Pemungut Pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 terhadap Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan yang melakukan transaksi:
impor; atau
pembelian barang,
dan Wajib Pajak bersangkutan harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dimaksud kepada Pemotong atau Pemungut Pajak..
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada Pemotong atau Pemungut Pajak, dan/atau kebenaran Surat Keterangan tidak terkonfirmasi, maka Pemotong atau Pemungut Pajak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh sesuai ketentuan umum PPh.
Pemotong atau pemungut akan memberikan bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang berupa Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut serta ditandatangani oleh Pemotong atau Pemungut Pajak.
Tata Cara Pembayaran PPh Final UMKM
Bagi Wajib Pajak yang menyetor sendiri PPh Final UMKM, PPh Final UMKM disetor sendiri setiap bulan dan dilakukan untuk setiap tempat kegiatan usaha.
Pembayaran PPh dengan cara disetor sendiri dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 untuk setiap tempat kegiatan usaha terdaftar.
Sedangkan bagi Wajib Pajak yang PPh Final UMKM-nya dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak, Pemotong atau Pemungut Pajak wajib menyetorkan PPh Final UMKM paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP dengan ketentuan:
diisi atas nama Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut;
ditandatangani oleh Pemotong atau Pemungut Pajak; dan
diisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 423 sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal yang mengatur mengenai Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.
Apabila tanggal jatuh tempo penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Tata Cara Pelaporan PPh Final UMKM
Wajib Pajak yang melakukan penyetoran sendiri PPh Final UMKM dianggap telah menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak. Dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki peredaran usaha pada bulan tertentu, Wajib Pajak tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa.
Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh Final UMKM harus melaporkan penghasilan berupa penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh Final UMKM serta PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong pada Lampiran IV SPT Tahunan PPh Badan paling lama 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Selain itu, Wajib Pajak Badan tersebut juga harus melampirkan daftar jumlah peredaran bruto dan pembayaran PPh Final UMKM dari masing-masing tempat usaha.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh Final UMKM harus melaporkan penghasilan berupa penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh Final UMKM serta PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Selain itu, Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut juga harus melampirkan daftar jumlah peredaran bruto dan pembayaran PPh Final UMKM dari masing-masing tempat usaha.
Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan PPh final berdasarkan PPh Final UMKM, wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke KPP terdaftar paling lama tanggal 20 (dua puluh) setelah Masa Pajak berakhir dengan mengisi daftar bukti pemotongan pada E-SPT sehingga PPh Final UMKM yang telah dipotong/dipungut akan terlihat pada angka 11 formulir induk SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional, pelaporan pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Kompensasi Kerugian
Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh Final UMKM dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian atas penghasilan yang tidak dikenai PPh Final UMKM dengan ketentuan sebagai berikut:
kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak;
Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah antara penghasilan yang dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum PPh dan penghasilan yang dikenai PPh final;
Tahun Pajak dikenakannya PPh Final UMKM tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu tersebut; dan
kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya PPh Final UMKM tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya, kecuali terdapat kerugian dari penghasilan yang tidak dikenai PPh yang bersifat final.
Contoh Ilustrasi Perhitungan PPh UMKM
Kasus Pertama
Tuan R memiliki usaha toko elektronik dan memenuhi ketentuan untuk dapat dikenakan PPh Final UMKM. Pada bulan September 2021, Tuan R memperoleh penghasilan dari usaha penjualan alat elektronik dengan peredaran bruto sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah). Dari jumlah tersebut, penjualan dengan peredaran bruto sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dilakukan pada tanggal 17 September 2021 kepada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Pemotong atau Pemungut Pajak, sisanya sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) diperoleh dari penjualan kepada pembeli orang pribadi yang langsung datang ke toko miliknya. Tuan R memiliki surat keterangan Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang untuk bulan September 2021 dihitung sebagai berikut:
a. Pajak Penghasilan yang bersifat final yang dipotong oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta:
= 0,5% x Rp60.000.000,00
= Rp300.000,00
b. Pajak Penghasilan yang bersifat final yang disetor sendiri:
= 0,5% x Rp20.000.000,00
= Rp100.000,00
Kasus Kedua
PT ABC memiliki usaha bengkel mobil dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada tanggal 24 Januari 2021.
Peredaran bruto yang diperoleh PT ABC:
a. Tahun 2019 : Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
b. Tahun 2020 : Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
c. Tahun 2021 : Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);
d. Tahun 2022 : Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
PT ABC dikenai PPh Final UMKM dalam jangka waktu 3 Tahun Pajak, yaitu sejak Tahun Pajak 2019 sampai dengan Tahun Pajak 2021. Untuk Tahun Pajak 2022 dan Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-09/PJ/2019 tentang Tata Cara Pembatalan dan Pencabutan Surat Keterangan Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Surat Edaran Nomor SE-46/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Hubungi Kami
Marketing Communications at MIB
📧 marketing.communications@mib.group
📞 +6281911880099
MIB adalah grup profesional bersertifikat dan terdaftar di Indonesia, di mana setiap anggota memiliki keahlian yang unik. Setiap anggota bersifat independen, mematuhi standar kami, dan bertanggung jawab atas pekerjaan dan layanan yang diberikan kepada klien.
Comentários