top of page
Maulana Ibrahim, Andre Wilson Siregar & Ellicia Emerliawati

PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan Berupa Diskonto Surat Perbendaharaan Negara


Cover artikel dengan tulisan "PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan Berupa Diskonto Surat Perbendaharaan Negara" oleh Maulana Ibrahim, Andre Wilson Siregar, dan Ellicia Emerliawati

Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengenaan Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (“SPN”) serta untuk memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam rangka memahami ketentuan perpajakan atas SPN, maka dipandang perlu mengatur kembali pengenaan Pajak Penghasilan atas Diskonto SPN sehingga lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan dalam pelaksanaannya sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.


Subjek Pajak


PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan kepada Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan berupa Diskonto SPN.


Berikut ini bukan merupakan subjek PPh Pasal 4 ayat (2) di atas: 

  1. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; 

  2. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; 

  3. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha. 


Pemotong Pajak


Pemotongan Pajak Penghasilan dilakukan oleh:

  1. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas Diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau

  2. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku pembeli, atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder


Objek Pajak


PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.


Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara. 


Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.


Dasar Pengenaan Pajak


Dasar pengenaan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa diskonto SPN. Diskonto SPN adalah selisih lebih antara : 

  1. nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder; atau

  2. harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder 

tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong


Tarif Pajak


Diskonto SPN dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:

  • 20% dari jumlah bruto untuk Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan

  • 20% dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.


Saat Terutang


PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa diskonto SPN terutang pada saat:

  1. pada saat transaksi bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi 

  2. pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon, 

  3. pada saat jatuh tempo Obligasi atas diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga; 


Tata Cara Pemotongan


Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh:

  1. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas Diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau

  2. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku pembeli, atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder

  3. Perusahaan efek (broker), bank, dana pensiun, dan reksadana selaku pembeli SPN tanpa melalui pedagang perantara, atas Diskonto yang diterima atau diperoleh penjual SPN pada saat transaksi di Pasar Sekunder


Penjual SPN berkewajiban memberitahukan kepada pemotong pajak mengenai harga perolehan SPN yang sebenarnya, untuk keperluan penghitungan Diskonto yang menjadi dasar pemotongan Pajak Penghasilan.


Apabila penjual SPN tidak memberitahukan data/informasi yang sebenarnya kepada pemotong pajak, maka atas penghasilan berupa Diskonto SPN yang tidak atau kurang diberitahukan, dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana mestinya dalam tahun diketahuinya ketidakbenaran dimaksud ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga.


Tata Cara Pembayaran


Pemotong Pajak Penghasilan wajib menyetor Pajak Penghasilan ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pemotongan pajak. 


Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Kode akun pajak PPh Final bunga diskonto Surat Utang Negara yakni 411128 dan kode jenis setorannya adalah 401. 


Apabila tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu,  hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. 


Tata Cara Pelaporan


Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) wajib melaporkan PPh yang telah dipotong dalam Surat Pemberitahuan (“SPT”) Masa PPh Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. 


Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional, pelaporan pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.


Bagi orang pribadi penerima diskonto SPN yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), diwajibkan untuk melaporkan penghasilan berupa diskonto SPN dan PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi paling lama 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.


Sedangkan untuk badan penerima diskonto SPN yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), diwajibkan untuk melaporkan penghasilan berupa diskonto SPN dan PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong pada Lampiran IV SPT Tahunan PPh Badan paling lama 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.


Contoh Perhitungan PPh Pasal 4 ayat (2) atas Diskonto SPN 


Ilustrasi 1

Pada tanggal 1 Mei 2023, Pemerintah X (emiten) menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara sebagai berikut. 

  • Nilai nominal Rp 100.000.000,00.

  • Jangka waktu SPN 12 bulan (jatuh tempo tanggal 1 Mei 2024).  

  • PT D (investor) pada saat penerbitan perdana membeli SPN dengan harga Rp 94.000.000,00.  

  • PT D tetap memegang SPN tersebut hingga saat jatuh tempo.  


Perhitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT D pada saat jatuh tempo SPN adalah sebagai berikut: 


Diskonto = Rp 100.000.000,00 - Rp 94.000.000,00 = Rp 6.000.000,00

PPh Final = 20% x Rp 6.000.000,00 = Rp 1.200.000,00 

dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran. 


Ilustrasi 2

PT D tidak memegang SPN tersebut sampai saat jatuh tempo melainkan menjual seluruh SPN tersebut kepada PT M pada tanggal 1 Juli 2023 (di pasar sekunder) melalui perusahaan efek PT X Sekuritas dengan harga jual Rp 95.000.000,00  


Perhitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT D pada saat penjualan SPN tanggal 1 Juli 2023 adalah sebagai berikut:


Diskonto = Rp 95.000.000,00 - Rp 94.000.000,00 = Rp 1.000.000,00   

PPh Final = 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp 200.000,00               

dipotong oleh PT X Sekuritas selaku pedagang perantara


Ilustrasi 3

Pada tanggal 1 Agustus 2023, PT M menjual seluruh Surat Perbendaharaan Negara yang dimilikinya Kepada Dana Pensiun ABC (telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan) langsung tanpa melalui pedagang perantara dengan harga jual Rp 97.000.000,00 


Perhitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT M pada saat penjualan SPN tanggal 1 Agustus 2023 adalah sebagai berikut:


Diskonto = Rp 97.000.000,00 - Rp 95.000.000,00 = Rp 2.000.000,00 

PPh Final = 20% x Rp 2.000.000,00 = Rp 400.000,00

dipotong oleh Dana Pensiun selaku pembeli SPN.   


Catatan: Meskipun penjualan SPN tidak dilakukan melalui pedagang perantara, dana pensiun sebagai pembeli wajib melakukan pemotongan pajak. Ketentuan yang sama juga berlaku dalam hal pembelian langsung dilakukan oleh perusahaan efek, bank, dan reksadana selaku investor.  


Ilustrasi 4

Pada tanggal 1 Desember 2023, Dana Pensiun ABC menjual seluruh Surat Perbendaharaan Negara yang dimilikinya kepada PT Y dengan harga jual Rp 98.000.000,00   


Perhitungan diskonto yang diterima oleh Dana pensiun ABC pada saat penjualan SPN tanggal 1 Desember 2023 adalah sebagai berikut:  

Diskonto = Rp 98.000.000,00 - Rp 97.000.000,00 = Rp 1.000.000,00 


Dalam hal ini, tidak ada Pajak Penghasilan yang terutang atas Diskonto SPN yang diterima karena Dana Pensiun ABC merupakan Wajib Pajak yang dikecualikan dari pemotongan PPh Final atas Diskonto SPN.


Ilustrasi 5

Pada tanggal 1 Mei 2024, PT Y menerima pelunasan seluruh SPN yang dimilikinya dari Pemerintah X (emiten) dengan nilai pelunasan sebesar nilai nominal Rp 100.000.000,00   


Perhitungan diskonto, dan PPh final yang terutang oleh PT Y pada saat jatuh tempo SPN tanggal 1 Mei 2024 adalah sebagai berikut:

  

Diskonto = Rp 100.000.000,00 - Rp 98.000.000,00 = Rp 2.000.000,00 

PPh Final = 20% x Rp 2.000.000,00 = Rp 400.000,00               

dipotong oleh kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran. 


 

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara

  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara

 

Hubungi Kami


Marketing Communications at MIB

📞 +62 819 1188 0099


MIB adalah grup profesional bersertifikat dan terdaftar di Indonesia, di mana setiap anggota memiliki keahlian yang unik. Setiap anggota bersifat independen, mematuhi standar kami, dan bertanggung jawab atas pekerjaan dan layanan yang diberikan kepada klien.


 

Comments


bottom of page