Photo of a carbon-producing factory. Photo by Marcin Jozwiak on Unsplash.
Semenjak pemberitahuan bahwa pajak karbon akan diimplementasikan di Indonesia, pemerintah sudah 2 (dua) kali menunda implementasi tersebut. Pemerintah sendiri hingga saat ini belum juga memberikan tanggal pasti pemberlakuan pajak karbon. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan alasan dibalik penundaan pemberlakuan pajak karbon hingga tahun 2025.
Sebagai salah satu instrumen yang berguna dalam rangka menekan angka emisi karbon, pemerintah Indonesia menilai bahwa kesadaran dari masyarakat sendiri akan pentingnya pemberlakuan pajak ini karena dianggap kurang ada nilainya. Oleh karena itu, melalui pemberlakuan pajak karbon ini, diharapkan masyarakat menyadari pentingnya instrumen ini dan bagaimana efeknya terhadap kualitas udara di dunia.
Meskipun penting, pemerintah sendiri mengaku kesulitan dalam menjelaskan bagaimana sistem pajak karbon ini akan berlaku karena bentuknya akan berbeda seperti ketika melakukan transaksi barang yang wujudnya terlihat. Pemerintah juga turut berusaha untuk memastikan bahwa pengenaan pajak karbon ini dipahami kepentingannya oleh masyarakat dan juga dimengerti pemberlakuannya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menambahkan bahwa hingga saat ini, pemerintah masih mempersiapkan bagaimana cara mengukur emisi karbon. Sedangkan dari segi aturan teknis, pajak karbon sudah disusun.
Pajak karbon sendiri pertama kali disebutkan dalam Undang-Undang (“UU”) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dengan informasi bahwa tarif yang akan digunakan yakni Rp30 per kilogram CO2e. Skema atas pajak karbon yang direncanakan akan digunakan di Indonesia sendiri merupakan skema cap and tax.