Tobacco field. Photo by Jesus Ortega Romero on Getty Images.
Pemerintah telah menetapkan bahwa tarif cukai tembakau menjadi sebesar 12% pada awal tahun 2022 ini untuk menekan jumlah konsumsi rokok, dengan dana bagi hasil cukai sebesar Rp3,8 Triliun. Dana ini dapat dialokasikan kepada walikota atau bupati daerah oleh gubernur.
Alokasi dana yang ditentukan untuk objek dana bagi hasil cukai hasil tembakau yakni dibagi berdasarkan kebutuhan untuk pemeliharaan kesehatan, kesejahteraan masyarakat, dan hukum, dimana masing-masing memiliki besaran alokasi sebesar 40%, 50%, dan 10%. Meskipun tingginya tarif cukai diberlakukan untuk menekan konsumsi rokok dan mempengaruhi rendahnya produksi rokok, sampah-sampah terkait rokok seperti puntung tetap sering dijumpai. Oleh karena itu, pemerintah merasa ada kebutuhan untuk membuat regulasi yang mengatur rehabilitasi lingkungan terkait dengan konsumsi rokok.
Astera Primanto Bhakti, Direktur Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan, menyampaikan bahwa kebutuhan akan rehabilitasi lingkungan ini bisa saja terpenuhi karena adanya dana cukai yang dapat dimanfaatkan. Namun, hingga saat ini, dana yang digunakan untuk pemeliharaan lingkungan masih diambil dari dana alokasi untuk pemeliharaan kesehatan.
Pemerintah sendiri akan mulai untuk membuat peraturan yang mengawasi pengelolaan sampah rokok dan memperhatikan juga lingkungan yang dicemari oleh limbah rokok.
Sebagai referensi, industri rokok telah mempengaruhi lingkungan dengan cara yang merugikan, yakni dengan membuat melepaskan gas karbondioksida (“CO2”) sebesar 84 juta ton, ratusan juta penebangan pohon, dan juga pencemaran air sebanyak 22 miliar ton.