Photo of a beach. Photo by Fahrul Azmi on Unsplash.
Dewan pengurus dari organisasi Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menolak adanya peningkatan tarif untuk pajak hiburan minimum 40%. Oleh karena itu, dewan pengurus GIPI kemudian mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi (“MK”) atas Undang-Undang Hubungan Keuangan atas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (“UU HKPD).
Pasal yang diuji dalam gugatan ini adalah Pasal 58 ayat (2) terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Harapan dari pengajuan gugatan ini sendiri adalah pembatalan dari berlakunya tarif pajak hiburan 40–75%, sehingga tarif pajak hiburan yang berlaku atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) seperti kelab malam, diskotek, karaoke, bar, dan mandi uap atau spa juga sebesar 0–10%.
Pasal yang dianggap mengandung diskriminasi hiburan atas lima jasa yang sebelumnya disebutkan ini dikatakan dapat berdampak kepada berkurangnya konsumen karena tarif pajak yang tinggi. Jika dilanjutkan, sektor hiburan ini berpotensi untuk tutup, dan nantinya juga akan mempengaruhi lapangan pekerjaan yang hilang. Selain itu, Indonesia kini tengah berada dalam fase recovery pasca COVID-19, dimana ini berarti Indonesia juga bersaing dari segi pariwisata dengan negara lain.
Mengingat adanya kemungkinan proses yang ditempuh cukup lama, maka GIPI akan mengeluarkan Surat Edaran yang menyebutkan bahwa untuk pengusaha-pengusaha di bidang jasa PBJT yang daerahnya telah mengalami peningkatan tarif pajak hiburan, untuk memberlakukan tarif pajak lama 10% dalam hal pembayaran pajak.
Atas gugatan ini, Presiden Indonesia, Joko Widodo, menunjuk 3 (tiga) menteri untuk menyikapinya. Tiga menteri yang ditunjuk yakni Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly.