Photo of a person in front of a laptop. Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash.
Menurut Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (“IHPS”) Semester I Tahun 2022, Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”) memberi laporan bahwa ada pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan dalam Program Pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi (“PC-PEN”) yang belum memadai.
Pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan yang belum memadai ini memiliki jumlah sebesar Rp15,31 triliun. Karena masih kurang memadainya pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan ini, terdapat potensi atas penerimaan pajak yang belum direalisasikan, yakni Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) untuk Non PC-PEN dengan jumlah sebesar Rp1,31 triliun kepada pihak yang tidak berhak.
Terdapat pula beberapa realisasi fasilitas yang memiliki kendala, seperti realisasi fasilitas PPN Non PC-PEN yang dianggap tidak valid memiliki jumlah sebesar Rp390,47 miliar. Realisasi dari fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (“DTP”) pun memiliki angka sebesar Rp3,55 triliun yang dianggap tidak andal.
Sedangkan dari segi potensi penerimaan perpajakan, terdapat beberapa potensi yang seharusnya bisa direalisasikan, seperti potensi atas fasilitas PPN DTP sebesar Rp154,82 miliar kepada pihak yang tidak berhak dan potensi atas penerimaan pajak dari mekanisme verifikasi tagihan pajak DTP di tahun 2020 dengan jumlah sebesar Rp2,06 triliun. Selain itu, nilai realisasi dari insentif dan fasilitas perpajakan PC-PEN dengan jumlah sebesar Rp2,57 triliun diindikasikan tidak valid.
Oleh karena itu, pihak BPK memberikan beberapa rekomendasi untuk Direktorat Jenderal Pajak (“DJP”) dalam meningkatkan beberapa faktor terkait insentif dan fasilitas perpajakan, seperti penambahan syarat dalam rangka kelayakan penerimaan insentif dan fasilitas perpajakan, juga melakukan pengecekan kembali atas pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan Wajib Pajak (“WP”). Selain itu, DJP juga dapat menagih kekurangan dan memberikan sanksi bagi yang memiliki kekurangan dalam pembaya