Photo of a factory sprouting smoke. Photo by Alexander Tsang on Unsplash.
Di tengah keadaan udara Jakarta yang memburuk dan penuh polusi, pemerintah menetapkan bahwa rencana pemberlakuan pajak karbon akan berjalan di tahun 2025. Tingginya level polusi saat ini dikatakan berasal dari penggunaan pembangkit batu bara.
Berdasarkan paparan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, penerapan pajak karbon tetap membutuhkan teknis insentif dan disinsentif, sehingga meskipun perdagangan pada bursa karbon akan berlaku di bulan September 2023, pemberlakuan pajak karbon sepenuhnya tidak bisa terlaksana di tahun 2023 ini. Selain itu, pajak karbon juga perlu memperhatikan Carbon Border Adjustment Mechanism (“CBAM”) yang baru akan berlaku di Eropa pada tahun 2025.
Bursa karbon sendiri digadang-gadang akan diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (“BEI”). Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) pun baru menerbitkan peraturan yang mengatur perdagangan karbon yakni Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023. Meskipun begitu, dari pihak OJK masih belum ada pihak resmi yang akan menjadi penyelenggara bursa karbon.
Di sekitar daerah Jakarta sendiri, terdapat beberapa pembangkit listrik tenaga uap (“PLTU”) yang berlokasi cukup dekat dengan Jakarta, seperti PLTU batubara di daerah Banten. Sehingga, untuk mengatur level polusi, pemerintah tengah memberlakukan berbagai cara seperti pensiun dini PLTU atau disebut juga sebagai phasing down PLTU, dan pendekatan teknologi.