Photo of bitcoins in the form of coins. Photo by Traxer on Unsplash.
Pengenaan pajak kripto dinilai oleh para pelaku industri akan berdampak menekan kinerja dari industri kripto secara nasional. Oleh karena itu, para pelaku industri meminta kepada pemerintah agar besaran pajak kripto dikaji ulang.
Berdasarkan pernyataan dari CEO Indodax, Oscar Darmawan, pengenaan berbagai jenis pajak atas transaksi kripto dapat berpotensi untuk mematikan industri kripto di Indonesia. Hal ini mengingat bahwa para investor harus membayarkan Pajak Penghasilan (“PPh”) dengan tarif sebesar 0,10% dan juga Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) dengan tarif sebesar 0,11% untuk transaksi dalam platform yang diakui oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (“Bappebti”), termasuk juga biaya tambahan sebesar 0,02% untuk biaya bursa, kliring, dan deposito.
Jika dibandingkan dengan besaran pajak yang dikenakan kepada industri saham, yakni dengan total besar pajak sebesar 0,1%, pengenaan pajak kepada industri kripto dinilai tidak seimbang. Pungutan-pungutan pajak yang dikenakan atas transaksi kripto dinilai dapat membebani para investor dan akan berimbas kepada pelaku industri kripto nasional.
Tidak hanya itu, tetapi Oscar juga menyayangkan platform kripto luar negeri yang beroperasi di Indonesia tetapi tidak dikenakan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (“DJP”). Menurutnya, jika platform-platform trading ini dikenakan pajak, maka pajak hingga triliunan rupiah dapat diraup oleh DJP. Selain itu, peniadaan pengenaan pajak kepada platform-platform ini dapat membuat para investor kripto untuk beralih menggunakan platform tersebut karena biaya yang dikeluarkan menjadi lebih murah.
Oleh karena itu, CEO Indodax telah meminta kepada pemerintah Indonesia agar dapat meninjau ulang pengenaan pajak kripto di Indonesia. Hal ini dianggap perlu dilakukan mengingat adanya potensi peningkatan aset kriptokurensi yang mungkin terjadi akibat halving day, yang biasanya meningkatkan nilai Bitcoin dan kriptokurensi lainnya.