Photo of two people dragging suitcases. Photo by ConvertKit on Unsplash.
Pemerintah merespon para pelaku usaha dalam negeri yang kerap melakukan protes atas adanya barang impor yang merusak pasar dalam negeri. Pemerintah akhirnya didorong untuk melaksanakan pengawasan, termasuk untuk barang impor yang masuk ke dalam negeri menggunakan jasa titip (“jastip”).
Para pelaku usaha jastip menawarkan jasa pembelian barang yang tersedia di suatu lokasi dengan mengenakan biaya tambahan atas jasa pembelian tersebut. Biasanya, barang yang ditawarkan adalah barang yang dijual di luar negeri, walau ada pula jastip yang ditawarkan untuk pembelian barang dalam negeri.
Masuknya barang jastip dari luar negeri akan diawasi dengan lebih ketat di pelabuhan melalui bentuk kerja sama antara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Diketahui juga pihak Kementerian Keuangan (“Kemenkeu”) telah menyiapkan regulasi yang nantinya akan mengatur batasan barang impor yang dapat dikenakan bea masuk.
Barang jastip akan dikenakan pajak bea masuk, jika barang impor yang masuk melalui jastip tersebut memiliki harga di atas US$500, setara dengan harga kurang lebih Rp7,8 juta. Batasan yang dikenakan bea masuk sendiri berarti untuk barang-barang di bawah harga yang ditentukan maka tidak dikenakan bea masuk oleh Kemenkeu.
Pengawasan arus barang impor ini tidak hanya dilakukan di pelabuhan, tetapi juga rencananya akan dibatasi dengan adanya satuan tugas pengawasan, serta penguatan pengawasan perdagangan digital dan kelembagaan. Nantinya, pengawasan ini akan menjadi kolaborasi berbagai lembaga, termasuk diantaranya lembaga Kepolisian, Kementerian Perdagangan, bahkan hingga Badan Perlindungan Konsumen.